Oleh: sarifahgirsang | Februari 8, 2011

MARXISME

Kehidupan Karl Marx

Karl Marx adalah anak laki-laki tertua dan anak kedua dari delapan bersaudara dalam keluarganya. Ia lahir pada Mei 1818 di Trier, Jerman. Orang tuanya adalah Yahudi yang dipencilkan dan dibedakan hingga diperkenalkannya Undang-Undang Napoleon yaitu era baru persamaan. Ayahnya, Heinrich Marx, selama periode kebebasan itu menjadi borjuis liberal, seorang pengacara. Kemudian, Napoleon menarik beberapa kebebasan yang dijamin terhadap Yahudi dan akhirnya Pangeran Prusia membatasi kebebasan yang lainnya dengan undang-undang Anti-Yahudi tahun 1816. Mundurnya ke posisi yang rendah dengan tiba-tiba ini, secara psikologi lebih membahayakan dibandingkan tekanan yang tetap terhadap orang Yahudi. Karl Marx lahir dalam pertengahan periode frustasi yang hebat. Sejak kelahiran Karl Marx orangtuanya menjadi Kristen yang mungkin untuk mendapatkan keamanan dari raja. Ayahnya mengakui kesalahan dan memohon pengampunan, tindakan yang memalukan ini pada akhirnya menjadi sumber kebencian bagi Karl Marx.

Pada umur tujuhbelas tahun, Marx masuk Fakultas Hukum di Universitas Bonn pada tahun 1835. Marx muda adalah murid yang pandai dan cepat berkembang terutama dalam literatur. Tahun 1836, Marx dipindahkan ke Universitas Berlin untuk mempelajari ilmu hukum. Di sinilah ia menyerap sistem Hegel, terlihat dari ketertarikannya dalam materialime. Pada tahun 1841, Marx berencana untuk mengikuti karir pendidikan namun ia mengambil pekerjaan sebagai reporter untuk Rheneische Zeitung yang pada tahun depannya ia menjadi editor. Sumber lain menyatakan bahwa harapan awalnya untuk menjadi pengajar di Universitas Born tidak diterima karena pandangan politiknya yang ekstrim, sehingga ia bergabung menjadi reporter dalam Koran yang radikal tersebut.[1] Karangan-karangan tersebut adalah borjuis namun kritis terhadap pemerintahan Prusia, Marx menemukan dirinya penulis yang radikal. Karena tindakannya tersebut jurnalnya ditahan oleh yang berkuasa pada tahun 1843. Ironisnya, Marx lama diberi label komunis sebelum ia mengakui label tersebut. Pemberederan terhadap karyanya tersebut akhirnya mendorongnya untuk tertarik terhadap politik dan ekonomi. Tahun 1844 Marx menulis ide-idenya dalam artikel tentang interpretasinya terhadap ekonomi.

Ia pergi ke Paris untuk mempelajari ekonomi dan mencari pekerjaan di Majalah Paris. Selama di Paris ia bertemu dengan Friedrich Engels, orang Jerman yang radikal, putra pengusaha katun yang kaya. Di sinilah hubungan persahabatan dan kolaborasi yang hebat antara mereka terjadi. Gabungan antara karya Marx dengan Engels inilah yang kemudian dikenal orang dengan marxisme. Engels tidak memiliki pemikiran sekreatif Marx, namun ia memiliki pengetahuan sejarah yang luas, selain itu ia juga memberikan pinjaman yang memampukan Marx untuk menulis dengan konsentrasi yang lebih besar. Karya mereka The Manifesto of the Communist Party, memperoleh popularitas yang luar biasa dan telah menjadi ‘kitab suci’ bagi kaum Marxis fanatik.[2] Dengan permintaan pemerintahan Prusia, Perancis mengusir Marx tahun 1845 dan ia pergi ke Belgia. Sementara di Brussel, ia dan Engels mereorganisasi Persatuan Pelajar Pekerja German dengan federasi rahasia yang dikenal dengan Liga Komunis.

 

Manifesto Komunis

Pemikiran yang dikemukakan Marx dan Engels dalam rumusan Manifesto Komunis adalah perjuangan kelas. Rumusan ini dimulai dengan kalimat pembuka yang diharapkan dapat menggugah pembacanya serta menjelaskan mengapa dan bagaimana “sejarah dari semua masyarakat yang ada sampai saat ini merupakan cerita dari perjuangan kelas” dan bagaimana “eksekutif negara modern atau komite mengelola permasalahan umum dari keseluruhan borjuis”. Kelas borjuis mengeksploitasi kelas proletar yang menurut Marx menggali lubang bagi borjuis itu sendiri.[3] Kelas borjuis adalah mereka yang miliki alat-alat produksi dan memperoleh keuntungan kapital dan material dengan mengeksploitasi kelas pekerja atau proletar itu sendiri.[4] Marx dan Engles menyatakan akan muncul kelas pemerintah yang baru yaitu proletar.

Berkaitan dengan eksploitasi terhadap kelas pekerja oleh borjuis menurut Suhelmi akan menciptakan antagonisme kelas yang pada akhirnya akan melahirkan krisis revolusioner.[5] Situasi yang seperti ini membuat kelas pekerja menjadi kelas revolusioner yang menghendaki perubahan struktural, mengambil kekuasaan dengan paksa dan melakukan transformasi struktural sosial secara revolusioner.

Beberapa peron penting dari pemikiran Marx dan Engels dalam Manifesto Komunis ini di antaranya adalah kemajuan pendapatan pajak dan bebas biaya pendidikan umum—terlihat kurang mengejutkan bagi kita dibandingkan mereka. Namun penghapusan pemilikan tanah secara pribadi, kepemilikan negara terhadap alat-alat dasar produksi, dan penghapusan warisan adalah peninggalan pemikiran komunisme saat ini. Sehingga sebagai hasilnya adalah perbedaan kelas antara kelas borjuis dengan kelas pekerja akan hilang, politik juga akan hilang dan akhirnya semua akan memiliki persatuan di mana perkembangan untuk setiap orang juga menjadi kondisi dalam perkembangan semuanya. Dengan demikian, Marx dan Engels menggambarkan kelas pekerja di seluruh dunia menang dan bersatu.

Ketika karya mereka mulai jelas di Belgia, Marx juga harus menghadapi pengusiran dari pemerintah Belgia. Namun ketika ia kembali ke Paris ia merasa nyaman karena revolusi sedang berlangsung di Paris, sementara di tempat yang lain juga sedang berlangsung seperti Roma, Milan, Venice, Berlin, Vienna, dan Budapest seperti yang diprediksikannya sebelumnya. Marx mengatakan tidak ambil bagian dalam pembentukan revolusi di Jerman. Tahun-tahun ketika ia kembali ke Berlin ia mengungkit mengenai tulisannya yang pro terhadap kelas borjuis untuk mau mengikuti sarannya. Karena usahanya ini, ia dituduh melakukan penghasutan dan ia ditahan. Ia membuat pidato yang sangat kuat dan lama pada saat pengujiannya, yang akhirnya ia diputuskan bebas dari tuduhan penghasutan tersebut. Setelah diusir dari Prusia Juli 1849 salah satu tempat yang menjadi tujuannya adalah Inggris. Ia menghabiskan hidupnya dengan pinjaman dari Engles dan menghabiskan hari-harinya di ruang baca Museum Inggris, dan ia menghasilkan karyanya sebanyak 23 buku, bahkan karyanya yang terbesar yaitu Das Kapital tahun 1867 volume pertama.

 

Materialisme Sejarah dan Dialektika

Marx menyatakan dirinya bukanlah seorang Marxisme. Marx tidak pernah menyusun “sistem marxisme” secara lengkap. Sebagian besar pengikutnya telah melakukan hal tersebut. Sebagai contoh ia memberikan sangat sedikit perhatian secara langsung terhadap teori materialisme dialektis. Pengaruh Hegel dapat dilihat dalam semua karya Marx. Hal ini dapat dimengerti karena merupakan pengakuannya sendiri yang sejak masa mudanya telah mengakui dirinya sebagai Hegelian.[6] Dialektika Marx datang atau diispirasi dari Hegel.

Mengenai dialektika terdapat perbedaan antara Hegel dan Marx. Dialektika adalah—baik menurut Hegel dan Marx—proses antagonisme tesis versus antithesis yang kemudian melahirkan sistesis. Proses dialektika Hegel terjadi dalam dunia gagasan atau ide, sementara Marx memandang proses dialektika itu terjadi dalam dunia material. Selain perbedaan objek pembicaraan filosofis juga terdapat perbedaan fungsi objek tersebut. Bagi Hegel fungsi objek filosofis selalu datang terlambat dan hanya untuk memahami dunia bukan untuk mengubah dunia. Sementara Marx memandang bahwa objek pembicaraan filosofis adalah untuk mengubah dunia.  Bagi Marx filosofis kelas adalah inti dari sejarah dan ia percaya bahwa filsafat sosial secara harfiah akan berhenti dan akan menjadi ilmu sosial yang deskriptif.

Beberapa yang menjadi materialis terkemuka dengan mengkritk Hegel yang idealis adalah Marx, Engels dan Ludwig Feuerbach. Feuerbach adalah Hegelian muda yang menyatakan bahwa Hegel tidak mengakhiri apa pun dari karyanya namun disarankan untuk memulainnya kembali. Ia menyatakan Hegel adalah orang yang sombong karena ia menolak filsafat dan aliran ketuhanan yang tradisional. Kritik Feuerbach ini bermanfaat bagi Marx dan Engels, namun Marx balik mengkritik Feuerbach karena kurang mengerti dialektika itu sendiri.

Pemikiran idealisme Hegel menyatakan bahwa gagasan adalah aktifitas pikiran yang bergantung pada keberadaan kesadaran. Singkatnya ia menyatakan bahwa kesadaran menentukan hidup bukan hidup yang menentukan kesadaran. Sementara ini berbeda dengan pemikiran Marx, yaitu hidup untuk berpikir atau hidup yang menentukan kesadaran. Marx berpikiran bila menggunakan mitologi belaka sebagai subjek, hal tersebut dapat mengaburkan dalam spekulasi akademik. Berdasarkan uraian ini, mengutip dari Sanderson[7] dialektika Marx adalah pertentangan langsung dari dialektika Hegel.

 

Pengasingan

Pemikiran Marx ketika masa mudanya dan masa tuanya berbeda, tahun-tahun berikut dalam hidupnya Marx lebih memfokuskan perhatiannya terhadap kategori-kategori ilmu sosial—tidak mengenai orang tertentu dan kelompok-kelompok. Naskah-naskah tulisannya yang banyak dibuat pada waktu di Paris tahun 1844, tidak diterbitkan hingga tahun 1927 dan tidak tersedia di Inggris hingga 1961. Naskah Economic and Philosophic yang disebut “pengasingan” menjadi istilah yang penting dalam kosakata variasi kritik sosial pada abad ke-21.

Dalam Phenomenology of Spirit Hegel, diingatkan kembali bahwa perkembangan kesadaran manusia diadakan untuk menghendaki bahwa seorang manusia menjadi terbagi melawan dirinya sendiri karena jiwa subjektifnya berlawanan dengan jiwa objektif dunia luar. Hegel menyebut ini sebagai pengasingan. Dapat dikatakan juga bahwa pengasingan dalam konsep Hegel adalah pertentangan antara pemikiran yang dimiliki seseorang dengan pemikiran dunia. Marx memberikan kritik terhadap Hegel yang mengabaikan kejahatan dari properti pribadi dan mempertanyakan konsep pengasingan Hegel. Ia menyatakan Hegel hanya mengetahui abstrak, ekspresi logis dan spekulatif untuk pergerakan sejarah, untuk menegaskan lagi yaitu kesadaran pemikiran. Ini bukanlah sejarah manusia yang nyata bagi Marx. Menurut Marx pengasingan dari dunia bukan hanya dalam pemikiran. Namun manusia itu diasingkan secara keseluruhan dari keberadaannya dan pengasingan terhadap tenaga kerjanya dari proses produksi ekonominya. Inilah permasalahan penting dari proses pengasingan tersebut. Pengasingan ini mempengaruhi semua orang yang berada dalam sistem orientasi uang. Orang menjadi putus dari diri keadaan alamiahnya sendiri dan diperbudak bukan hanya terhadap pemodal tetapi terhadap modal itu sendiri. Semua hubungan-hubungan sosial atau kebutuhan produksi kemungkinan berkurang dari sebelumnya. Berdasarkan pemahaman Marx terhadap pengasingan tersebut, membuat ia melawan sistem sosial yang menghilangkan perlakuan sebagai manusia dan pengasingan terhadap identitas pribadinya.

 

Teori Perkembangan Obyektif

Marx tidak menyangkal kapasitas manusia untuk berpikir, tetapi ia telah menemukan kekuatan ekonomi yang tak dikenal yang mempertajam kapasitas manusia tersebut. Marx berpendapat bahwa hubungan-hubungan resmi manusia dapat dipahami dari kondisi-kondisi material kehidupan telah berakar dalam kehidupan manusia, bukan berdasarkan kemajuan pemikiran mereka. Dalam produksi sosial, di mana orang-orang mengadakan kegiatannya, mereka masuk ke dalam hubungan yang lepas dari keinginannya. Hubungan-hubungan produksi ini dapat disamakan dengan tingkat perkembangan kekuatan-kekuatan produksi mereka. Jumlah total hubungan-hubungan produksi ini menyusun struktur ekonomi sosial sebagai fondasi yang sebenarnya dan pada akhirnya akan diikuti oleh superstruktur politik atau yang lainnya. Atau dengan kata lain model produksi atau kekuatan-kekuatan produksi material merupakan basis yang menentukan proses sosial, politik dan agama—yang merupakan superstruktur. Berdasarkan hal ini dapat dilihat bahwa yang penting dalam pemikiran Marx adalah hubungan-hubungan sosial sangat erat kaitannya dengan kekuatan-kekuatan produksi.

Dalam pembicaraan sejarah muncul dua sistem yang saling melengkapi yaitu konflik yang berlangsung secara lambat dan cepat. Pada tingkat perkembangan masyarakat tertentu, kontradiksi antara kekuatan-kekuatan produksi material dalam masyarakat dengan hubungan-hubungan produksi yang ada termanifestasi dalam bentuk konflik. Dalam bentuk perkembangan kekuatan-kekuatan produksi, hubungan-hubungan produksi ini pada gilirannya menjadi belenggu yang akhirnya menjadi revolusi sosial. Pertentangan atau munculnya revolusi dalam kehidupan masyarakat bukanlah karena kesadaran pemikirannya tetapi karena pertentangan materi kehidupan. Pertentangan materi kehidupan ini mungkin dapat disamakan dengan kesenjangan ekonomi. Berdasarkan pertentangan materi kehidupan tersebut, Marx membagi beberapa beberapa periode sejarah, yaitu: ekonomi agrarian primitif, ekonomi perbudakan dunia kuno, ekonomi feudal, ekonomi borjuis, dan yang terakhir ekonomi sosialis. Perkembangan sejarah ini—yang berlangsung secara cepat atau lambat—dibuat oleh kemajuan zaman Pencerahan oleh kekuatan-kekuatan material yang tidak terkendali daripada inisiatif dan pemikiran manusia.  Perkembangan sejarah ini dapat dipertegas dengan analisis Marx, bahwa hubungan-hubungan produksi material atau keberadaan sosial seseoranglah yang menentukan kesadaran.

Marx dapat juga dikatakan memiliki ideologi yang potensi dan juga teori ideologi yang teliti. Dalam The German Ideology, ia dan Engels membandingkan cara melihat dunia dan cara kamera menangkap gambar dan merekamnya secara terbalik. Bagian dalam mata kita mencatat sekumpulan keyakinan-keyakinan yang menentukan tindakan dalam dunia material. Namun, “proses kehidupan aktual” adalah tindakan dalam dunia material yang menentukan sekumpulan keyakinan-keyakian. Komunisme adalah gerakan yang sebenarnya bukan berdasarkan kata-kata saja tetapi bertindak.

Walaupun Marx telah menempatkan ekonomi menjadi perhatian yang paling utama dalam asumsinya, ia tidak mengemukakan bukti bahwa ekonomi merupakan faktor yang lebih menentukan dibandingkan umur, nasionalisme, hubungan darah, curah hujan tiap tahunnya atau sejumlah “fundamental” lainnya yang tak terbatas. Metedologi pragmatisme empiris Marx memang telah menjadi kekuatan sekaligus kelemahannya. Sebagaimana diketahui bahwa konsep-konsep tentang kelas sosial dan pertarungan antar kelas dalam masyarakat modern adalah inti penemuan Marx.[8] Menjadi kekuatan karena sarjana-sarjana tidak dapat dan tidak mengenyampingkan penemuan monumentalnya tersebut. Menjadi kelemahan karena hubungan kelas ekonomi dengan ideologi tidak pantas dianggap sebagai penyebab sejarah yang utama hingga penemuan monumental yang sama digunakan terhadap semua penyebab kemungkinan dari semua periode sejarah.

Sering dikatakan bahwa kegagalan Marx yang paling mencolok adalah tidak dapat menjelaskan posisi kelas yang dibelanya. Ia merupakan kelas menengah, sementara yang kelas yang dibelanya adalah kelas proletar. Kelas proletar atau pekerja adalah kaum yang tidak memiliki alat-alat dan bentuk-bentuk produksi seperti yang dimiliki kaum borjuis. Kaum pekerja hanyalah menjual tenaga kerja kepada kelas penindas hanya sekadar mereka untuk tetap bisa hidup.[9] Marx bertindak sebagai orang yang berdiri di luar sistem, ia lebih tertarik pada kekuatan sosial berskala besar yang menggerakkan sejarah daripada kesadaran yang dilakukan seorang individu saja. Misalnya saja dalam tulisannya The Eighteenth Brumaire, ia menunjukkan sensitifnya mengenai hal tersebut. Dalam asumsinya, sejarah tidak digerakkan oleh tokoh-tokoh besar melainkan oleh massa rakyat yang banyak. Marx menempatkan dirinya menjadi orang luar dari kelas yang dibela sebagai komentator yang aktif, yang dapat melihat kepentingan kelas tersebut secara jelas. Ia mengatakan secara ilmiah ia dapat mengetahui dengan benar apa kepentingan atau keinginan kelas. Bauer dan Ruge memberikan kritik terhadap pernyataan Marx, mereka menyatakan bahwa hanya orang dalam kelas itu sendirilah yang mengerti kepentingan mereka, standar kelas atau kepentingan kelas.

Sementara Schumpeter mengatakan bahwa konsep kepentingan kelas Marx itu hampir senilai dengan interpretasi sejarah ekonomi itu sendiri. Tanpa kriteria kelas yang secara alamiah objektif akan sulit untuk ditetapkan bahwa kelas adalah motif fundamental dalam kekuatan sejarah. Teori perkembangan objektif sejarah Marx telah dirusak oleh faktor-faktor interpretasi subjektifnya. Jika konsep kelas menjadi kunci dalam interpretasi ekonomi, dan konsep kelas menjadi ambigu, maka kembali ke pertanyaan semula yaitu, mengapa ekonomi menjadi penting bagi Marx sendiri? Jawabnya adalah karena kapitalis telah membuat ekonomi begitu penting. Berdasarkan uraian ini, penulis berpendapat bahwa ketidakmampuan Marx menjelaskan mengapa ekonomi dan kelas begitu penting dalam sejarah manusia adalah hanya karena Marx sendiri ingin mengkritik para kapitalis yang telah mengutamakan ekonomi.

Secara teknis, teori nilai tambah adalah konsep yang kemudian dapat menjelaskan mengapa ekonomi begitu penting bagi Marx. Teori nilai tambah di sini berbeda dengan teori nilai buruh, teori nilai buruh berasumsi bahwa nilai setiap komoditas barang sama dengan jumlah jam yang dihabiskan oleh buruh untuk memproduksi komoditas tersebut. Dalam hal ini, buruh menjadi sama nilainya dengan faktor-faktor atau alat-alat produksi ekonomi lainnya. Sementara nilai tambah menurut Marx adalah suatu komoditas bernilai tambah karena telah ada kerja yang diberikan terhadap komoditas tersebut. Marx menyatakan tenaga buruh itu tidak habis dalam waktu tertentu seperti faktor-faktor lain yang dianggap nilainya sama dalam teori nilai buruh. Dalam teori nilai tambah ini, apa yang dikerjakan buruh dan untuk apa dia dibayar—adalah unsur yang terdapat dalam teori nilai tambah. Marx melihat, sistem kapitalis menyebabkan buruh tidak mendapatkan upah yang sesuai dari apa yang seharusnya ia kerjakan. Sebagai contoh, setumpuk bahan kayu bernilai 1 juta Rupiah, dibuat menjadi lemari menjadi senilai 1,5 juta Rupiah. 500 ribu Rupiah ini sebenarnya adalah bayaran untuk upah tenaga kerja dan 1 juta Rupiah kembali kepada si pemilik modal atau kapitalis. Namun, kapitalis yang berupaya sebagai administrasi berusaha mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya dengan hanya memberikan 100 ribu Rupiah terhadap buruh misalnya. Ini adalah kesalah sistem kapitalis bukan kesalahan buruh tersebut menurut Marx.

 

Akumulasi dan Revolusi

Mengakumulasi nilai tambah adalah keharusan bagi kapitalis bukan untuk menikmati sampanye dan kapal pesiar namun untuk tetap menjaga kapitalis berlangsung atau mendatangkan malapetaka yang panjang. Tekanan persaingan yang terus menerus berarti perusahaan harus selalu memperluas produksi dan menghasilkan inovasi-inovasi tehnologi jika mereka ingin tetap menjaga  pendapatan dan tetap mendahului saingan-saingannya. Untuk melakukan hal ini mereka harus mengakumulasi modal dengan nilai tambah. Menurunkan harga adalah langkah persaingan untuk mempercepat pasar konsumen, sementara menaikkan gaji adalah langkah persaingan unutk mempercepat pasar buruh.

Untuk menemukan harga rendah dengan gaji yang tinggi, para kapitalis memasukkan tenaga mesin hanya mempercepat penghentian nilai tambah yang dibutuhkan untuk perluasan berikutnya. Persuhaan besar atau kapitalis yang memiliki modal besar mampu menggabungkan unit-unit pengendali dan meningkatkan tanam-tanaman—dapat dengan mudah mengalahkan perusahaan kecil yang ketinggalan, dan berjuang untuk bertahan hidup. Ini disebut teori pengambil-alihan oleh beberapa elite kapitalis yang dapat mengakibatkan kepanikan yang lebih besar.

Penggunaan tenaga mesin ini membuat banyak buruh diberhentikan yang mengakibatkan pengangguran dan gaji menurun. Apabila beberapa kapitalis yang stabil melakukan hal ini, maka pengangguran akan semakin banyak. Marx menyebut pengangguran tersebut dengan angkatan cadangan industri. Pengangguran mengakibatkan pendapatan masyarakat menurun dan daya beli juga berkurang. Keadaan pengangguran semakin buruk dan karena mereka dikumpulkan menjadi lebih besar atau menjadi unit-unit kerja tersosialisasi. Kapitalis akhirnya memonopoli semua modal baik melalui persaingan yang sempurna maupun tidak. Kesenjangan yang semakin besar terjadi antara borjuis dan proletar hanya akan dapat dihilangkan dengan revolusi kekerasan.

 

Komunisme dan Masyarakat Tanpa Kelas

Baik Marx dan Engels banyak mengatakan tentang apa yang terjadi setelah revolusi. Engels, dalam Anti Duhring, memberi semacam konotasi jahat terhadap kata negara dibandingkan negara proletar yang kemungkinan rasional baginya. Bagi mereka negara dibuat tidak pantas, dan menyarankan teori politik bukan tujuan utama mereka. Engels menyatakan munculnya negara ditandai juga dengan muculnya hak milik pribadi dan jaringan-jaringan hukum. Engels memperkenalkan komunisme primitif dalam The Origin of the Family, Private property and the State.

Secara logika, negara bisa tidak memiliki keberadaan dalam kondisi tanpa kelas. Kebutuhan perjuangan kelas mengarahkan adanya diktator proletar, di mana diktator proletar ini sendiri akan mengarah pada transisi penghapusan semua kelas dan masyarakat tanpa kelas. Sementara itu, Marx dan Engels pantas dianggap sebagai utopianis karena menyakini kekuatan kekerasan sosial—yang terikat dengan budaya yang utama, akan hilang bila budaya itu hilang. Seperti dikutip dari buku Pemikiran Politik Barat, keutopianisme Marx terlihat ketika dalam masyarakat tanpa kelas tidak ada lagi penindasan manusia atas manusia. tidak ada lagi orang yang mencuri, merampok, dan memperkosa. Marx dan Engels memahami masyarakat tanpa kelas itu sebagai kerajaan kebebasan di mana setiap orang dapat bekerja menurut selera dan kreatifitasnya sendiri. Padahal dalam masyarakat sosialis, pekerjaan yang tidak diminati orang, namun penting harus tetap dikerjakan, misalnya membersihkan WC.[10] Tidak adanya kekerasan sosial dan tidak adanya politik terlibat dalam pimpinan produksi merupakan kenaifan. Tentu kekuatan peraturan kekerasan tidak diharapkan menjauh sama sekali.  Singkatnya, kekerasan kemungkinan tetap ada jika diharapkan terjadi perubahan yang besar, terlebih lagi masyarakat tanpa kelas.

Dalam perkembangan komunisme, seperti yang dikembangkan Lenin, menggunakan diktator proletar sebagai konsep dasar untuk strategi praktisi politiknya. Hal ini berbeda dengan pengertian Marx dan Engels, apalagi menggunakan kader kecil diktator proletar oleh elite partai. Diktator proletar menurut Marx dan Engels digunakan secara keseluruhan bukan sebagian kecil. Marx dan Engels mendukung ide Partai Komunis di seluruh dunia, tetapi tidak disusun sebagai tindakan disiplin kelompok sebagaimana oleh Lenin. Dalam menuju masyakat tanpa kelas, Engels berpendapat tanpa adanya eksploitasi, bahkan tanpa eksploitasi negara borjuis, menjadi bersifat “setengah negara”, tidak seperti pengertian negara sepantasnya di dunia ini. Selama periode ini berlangsung, kota-kota industri akan diambil sedikit demi sedikit hingga menjadi industri yang desentralisasi di semua pemandangan.

Setelah revolusi, Marx mengatakan agar menyadari ada beberapa “borjuis yang demokrat”, yang akan mencoba untuk memberikan lahan kepada petani sebagai milik pribadi. Oleh karena itu, setelah revolusi Marx menyatakan tanah akan dinasionalisasikan dan diatur menjadi perkampungan untuk pertanahan proletar bersama. Bersikap menyerang setiap orang yang bersikap reaksioner dan akan maju selangkah terhadap setiap ajuan reformasi oleh “demokrat”. Klub-klub pekerja akan dipusatkan di bawah Komite Eksekutif yang bermarkas besar di Jerman. Marx menerima penggunaan mekanisme parlementer yang tidak akan mengabaikan masyarakat proletar tersebut. Transisi menuju masyarakat tanpa kelas dapat dikatakan sulit namun merupakan periode yang gemilang, yang mendirikan komunisme ideal atau kehidupan yang benar-benar harmonis. Untuk menciptakan masyarakat yang benar-benar harmonis tersebut tercermin gagasan “dari tiap-tiap orang diambil menurut kemampuannya dan kepada tiap-tiap orang diberikan menurut kebutuhannya”.

 

Kesimpulan: Ideologi dan Ideal dalam Perubahan Sosial

Sebagai teoritis sosial, Marx merupakan orang yang propokatif dan berpengaruh. Pendirian fundamentalnya bahwa kelas adalah penentu utama dalam pemikiran atau sejarah umat manusia mendorong sarjana-sarjana untuk mencari penyebab sosial dalam keterangan yang baru. Kelas borjuis adalah target yang menjadi kritik Marx serta karakteristik kelas borjuis adalah kebenaran. Namun membagi masyarakat dengan hanya dua kelas tidaklah semudah itu. Sehingga Komunis yang sekarang juga dengan mudah mengikuti asumsi ini, masyarakat hanya terdiri dari dua kelas. Bila tidak memihak pada kelas yang satu maka ia merupakan lawan kelas tersebut. Idealnya komunisme adalah tanpa eksploitasi karena menurut Marx eksploitasi ini mengurangi makna kemanusiaan itu sendiri. Marx menginginkan masyarakat hidup harmonis tanpa ada perbedaan kelas, sebagaimana tujuan dilakukakannya revolusi.

 

 

 

Daftar Pustaka

McDonald, Lee Cameron. Western Political Theory. New York: Harcourt Brace Jovanovich. 1968.

Murray, A.R.M. An Introduction To Political Philosophy. New York: Routledge. 1953.

Sanderson.  An Interpretation of The Ideas of Marx and Engels. London and Harlow: Longmans. 1969.

Suhelmi, Ahmad. Pemikiran Politik Barat. Jakarta: Gramedia. 2004.


[1] A.R.M. Murray, An Introduction to Political Philosophy (New York: Routledge, 1953), hal. 123.

[2] Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat (Jakarta: Gramedia, 2004), hal. 269.

[3] Lee Cameron McDonald, Western Political Theory (New York: Harcourt Brace Jovanovich, 1968), hal. 490.

[4] Ahmad Suhelmi, op.cit., hal. 270.

[5] Ahmad Suhelmi, ibid., hal. 271.

[6]Ahmad Suhelmi, ibid., hal. 282.

[7] Sanderson, An Interpretation of the Ideas of Marx and Engels (London and Harlow: Longmans, 1969), hal. 17.

[8]Ahmad Suhelmi, lop.cit.

[9] Ahmad Suhelmi,ibid. hal. 271.

[10]Ahmad Suhelmi,ibid. hal. 290.

 


Tinggalkan komentar

Kategori